Posted by : ahmad hamdi Kamis, 07 Agustus 2014

Mempelajari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah keutamaan yang amat agung, imam An Nawawi rahimahullah berkata,” Sesungguhnya diantara ilmu yang paling penting adalah mempelajari hadits-hadits nabi, maksudnya mempelajari matan-matannya, shahih, hasan, dan dla’ifnya, dan ilmu-ilmu hadits lainnya, buktinya adalah : bahwa sesungguhnya syari’at kita berdasarkan kepada Al Qur’an dan sunnah, dan sunnah adalah poros hukum-hukum fiqih, dan kebanyakan ayat-ayat hukum adalah bersifat global, dan penjelasannya ada dalam sunnah.
Para ulama bersepakat bahwa diantara syarat mujtahid baik dari qadli maupun mufti adalah berilmu tentang hadits-hadits hukum. Maka menjadi jelas bahwa menyibukkan diri dengan hadits adalah kebaikan yang paling utama dan taqorrub yang paling agung…”.[1]
Al ‘Allamah Asy Syihab Ahmad Al manini Ad Dimasyqi rahimahullah berkata,” Sesungguhnya ilmu hadits adalah ilmu yang mempunyai kedudukan tinggi, kebanggan yang agung, dan sebutan yang mulia. Tidak ada yang memperhatikannya kecuali ulama dan tidak ada yang terhalang darinya kecuali orang-orang yang bodoh, dan kebaikan-kebaikan ilmu hadits tidak pernah habis sepanjang zaman…”.[2]
Diantara keutamaan mempelajari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:
Menambah cahaya wajah
Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam mendo’akan orang yang mempelajari hadits Nabi agar diberikan cahaya di wajahnya, beliau bersabda :
 نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلَاثٌ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ
            “Semoga Allah memberikan nudlrah (cahaya di wajah) kepada orang yang mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, berapa banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faqih darinya, ada tiga perkara yang tidak akan dengki hati muslim dengannya: mengikhlaskan amal karena Allah, menasehati pemimpin kaum muslimin dan berpegang kepada jama’ah mereka karena do’a mereka meliputi dari belakang mereka”.[3]
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,” Kalaulah tidak ada keutamaan menuntut ilmu (hadits) kecuali hadits ini, cukuplah ia sebagai kemuliaan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendo’akan untuk orang yang mendengar sabdanya, memahami, menghafal dan menyampaikannya. Inilah martabat-martabat ilmu ; yang pertama dan kedua adalah mendengarkan dan memahaminya dengan hati maksudnya mengikatnya dan menjadi tetap di dalam hatinya…
Yang ketiga adalah menghafalnya sehingga tidak melupakannya, dan yang keempat adalah menyampaikan dan menyebarkannya kepada umat sehingga tercapai maksud dan buahnya yaitu menyebarkannya kepada umat, karena ia bagaikan harta karun yang terpendam di dalam bumi yang apabila tidak dipergunakan ia akan segera hilang. Ilmu bila tidak diinfakkan dan diajarkan akan hilang, namun bila diinfakkan ia akan berkembang dan bertambah.
Barangsiapa yang melaksanakan empat martabat ini, ia termasuk ke dalam do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut yang mengandung keindahan lahir dan batin. Karena nudlrah adalah keindahan dan keelokan yang menghiasi wajah akibat pengaruh iman, kebaikan batin, kegembiraan hati, dan merasakan kelezatannya yang semuanya itu tampak sebagai cahaya di wajah.”[4]
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata,” Tidak ada seorangpun dari ahli hadits kecuali di wajahnya terdapat cahaya berdasarkan hadits ini.”[5]
Hadits di atas memberikan motivasi kepada kita untuk mempelajari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya kepada orang lain, oleh karena itu setiap kita berusaha dan berlomba-lomba untuk memahami hadits dan mengamalkannya dalam kehidupan kita, dan mendahulukannya dari perkataan siapapun.

Membela syari’at.
Nabi shallallau ‘alaihi wasallam bersabda :
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ وَتَحْرِيفَ الْغَالِينَ  .
            “Yang membawa hadits ini di setiap generasinya adalah orang-orang yang ‘adil, mereka meniadakan perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ekstrim, pemalsuan orang-orang yang memalsukan, dan penafsiran orang-orang yang bodoh”.
Al Qasthalani rahimahullah berkata,” Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa shahabat diantaranya Ali, ibnu Umar, ibnu ‘Amru, ibnu Mas’ud, ibnu ‘Abbas, Jabir bin Samurah, Mu’adz, dan Abu Hurairah. Dan ibnu ‘Adi menyebutkan banyak jalan yang semuanya lemah sebagaimana yang ditegaskanoleh Ad Daroquthni, Abu Nu’aim, dan ibnu ‘abdil Barr, akan tetapi menjadi kuat dengan banyaknya jalan sehingga menjadi hasan sebagaimana yang dipastikan oleh Al ‘Ala’i.”[6]
Imam An Nawawi rahimahullah berkata,” Ini adalah pengabaran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai penjagaan ilmu, pemeliharaannya dan keadilan para perawinya, dan bahwasannya Allah ta’ala memberi taufiq disetiap zaman kepada generasi yang adil untuk membawanya dan meniadakan perubahan darinya sehingga tidak hilang begitu saja.”[7]
Al Qasimi rahimahullah berkata,” Di dalam hadits ini terdapat penghususan para pembawa sunnah dengan keistimewaan yang tinggi, pengagungan terhadap umat Muhammad, menjelaskan tentang mulianya kedudukan ahli hadits, dan tingginya martabat mereka di jagat raya. Karena mereka yang memelihara syari’at dan matan-matan riwayat dari perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ekstrim dan penafsiran orang-orang bodoh dengan cara menukil nash-nash yang muhkamat untuk menjelaskan nash-nash yang mutasyabih (samar).”[8]
Al Khathib Al Baghdadi dalam mukadimah kitabnya “Syaraf ashhabil hadits[9] berkata,” Allah telah menjadikan ahli hadits sebagai tonggak-tonggak syari’at, dengan mereka Allah hancurkan semua bid’ah yang buruk, mereka adalah umana (orang-orang yang terpercaya) Allah untuk makhluk-Nya, perantara antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan umatnya.
Mereka telah bersungguh-sungguh menjaga agamanya, cahaya mereka gemerlap, keutamaan mereka amat banyak, madzhab mereka menang, hujjah mereka amat kuat. Setiap kelompok biasanya rujuk kepada hawa nafsunya dan menganggap baik ro’yunya kecuali ashhabul hadits, mereka menjadikan Al Qur’an sebagai kekuatannya, dan sunnah sebagai hujjahnya. Mereka tidak pernah merujuk kepada hawa nafsu tidak pula menengok kepada ro’yu, mereka hanya menerima apa yang diriwayatkan dari Rosul…”
Imam Asy Syafi’I berkata,” Kalau bukan karena adanya ahli hadits, tentu orang-orang zindiq berani berkhutbah di mimbar-mimbar”.[10]

Jihad fisabilillah.
Berkata Sayyid Muhammad bin Al Murtadla Al Yamani rahimahullah,” Orang yang memelihara sunnah dan membelanya sama dengan orang yang berjihad fi sabilillah, ia mempersiapkan alat-alat yang ia mampu dan kekuatan sebagaimana firman Allah Ta’ala :
 وأعدوا لهم مااستطعتم من قوة
            “Persiapkanlah untuk melawan mereka apa yang kamu mampu dari kekuatan”.
Dan disebutkan dalam Ash Shahih bahwa Jibril ‘Alaihissalam membantu Hassan bin Tsabit ketika membela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sya’irnya. Maka demikian pula orang yang membela agama dan sunnahnya setelah itu karena keimanan, rasa cinta dan nasehat…”[11]
Imam Yahya bin Yahya At Tamimi guru imam Bukhari dan Muslim berkata,” Membela sunnah lebih utama dari berjihad fisabilillah”. Seseorang berkata kepadanya,” Orang yang menginfakkan hartanya, dan menyusahkan dirinya untuk berjihad, ternyata membela sunnah lebih utama ? beliau berkata,” Ya, jauh sekali.”[12]

Lebih faham Al Qur’an.
Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anhu berkata,” Akan datang kelak orang-orang yang mengajakmu dialog dengan menggunakan syubuhat Al Qur’an (ayat-ayat mutasyabihat), maka berdialoglah dengan sunnah, karena orang yang berilmu tentang sunnah lebih mengetahui kitabullah.”[13].
Karena haditslah yang menjelaskan Al Qur’an bukan sebaliknya, kebanyakan ayat-ayat hukum adalah bersifat global dan penjelasannya ada dalam hadits. Imran bin Hushain radliyallahhu ‘anhu pernah berkata kepada seseorang,” Sesungguhnya engkau adalah orang yang bodoh, apakah engkau mendapatkan dalam kitabullah shalat dzuhur empat raka’at dengan tidak mengeraskan bacaan ? kemudian beliau menyebutkan shalat, zakat dan sebagainya, kemudian beliau berkata,” Apakah engkau mendapatkan semua ini dalam kitabullah secara terperinci ? sesungguhnya kitabullah telah menentukan hukumnya dan sunnah yang menjelaskannya”.[14]
Abdullah bin Mas’ud berkata,” Semoga Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, dan wanita yang mengukir giginya supaya terlihat indah, yang merubah-rubah ciptaan Allah Ta’ala”. Lalu perkataan beliau tersebut sampai kepada seorang wanita yang bernama Ummu Ya’qub, ia wanita yang hafal Al Qur’an. Wanita itupun mendatanginya dan berkata,” Perkataan apa yang sampai kepadaku darimu bahwa engkau melaknat wanita yang bertato dan yang minta ditato, dan wanita yang mengukir giginya supaya terlihat indah, yang merubah-rubah ciptaan Allah Ta’ala ?
Ibnu Mas’ud berkata,” Mengapa aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ? dan ia ada dalam kitabullah”. Wanita itu berkata,” Aku telah membaca Al Qur’an semuanya namun aku tidak menemukannya ? ibnu Mas’ud berkata,” Jika kamu hafal Al Qur’an tentu kamu sudah menemukannya, tidakkah kamu membaca  :ur’ada dalam kitabullah”ilaknat oleh Rosulullah shallallahu ‘ibnu ataan apa yang sampai kepadaku darimu bahwa engkau melaknat wanita yang bertato dan yang minta ditato, rlihat indah, yang m
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
            “Apa-apa yang diperintahkan oleh Rosul ambillah, dan apa-apa yang dilarang olehnya tinggalkanlah”. (Al Hasyr : 7).[15]

Terhindar dari ra’yu yang tercela.
Al Khathib Al Baghdadi berkata: “Kalaulah orang yang mempunyai ra’yu yang rusak menyibukkan dirinya dengan ilmu yang bermanfaat untuknya, dan mempelajari sunah-sunah Rasulullah dan mengikuti jejak para fuqaha dan ahli hadits, ia akan menemukan sesuatu yang mencukupinya dan lebih mengikuti atsar dari pendapatnya yang rancu. Karena hadits mencakup pengetahuan tentang pokok-pokok tauhid, penjelasan tentang janji dan ancaman serta sifat-sifat Allah Rabul ‘alamin, mengabarkan tentang surga dan neraka, mengabarkan penciptaan langit dan bumi dan keajaiban makhluk-Nya, dan menyebutkan tentang para malaikat-Nya serta sifat-sifat dan tugasnya..”.[16]
Terkadang kita mendapati sebagian kelompok selalu berdalil dengan Al Qur’an dan menafsirkannya dengan ra’yu sendiri dan hawa nafsunya, dengan mempelajari hadits kita dapat mengetahui ra’yu yang benar dari yang salah, oleh karena itu Umar bin Khathab berkata:
سَيَكُونُ أَقْوَامٌ يُجَادِلُونَكُمْ بِمُتَشابَهِ الْقُرْآنِ فَخُذُوهُمْ بِالسُّنَنِ ، فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى
“Akan datang suatu kaum mengajak kamu berdialog dengan ayat-ayat Al Qur’an yang mutasyabihat, maka bawalah mereka kepada sunnah, karena orang yang faham sunah lebih mengetahui kitabullah”.[17]



[1] Lihat Qowa’id attahdits karya Muhammad Jamaluddin Al Qasimi hal. 44.
[2] Ibid.
[3] Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi no 2658, namun dalam sanadnya terdapat dua rawi mudallis yaitu Abdul Malik bin ‘Umair dan Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud dan keduanya meriwayatkan dengan ‘an’anah, akan tetapi hadits ini mempunyai syawahid diantaranya hadits Zaid bin Tsabit yang dikeluarkan oleh Tirmidzi juga no 2656 dengan sanad yang shahih, dan hadits Jubair bin Muth’im yang dikeluarkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya 1/162 no 294, Al Hakim berkata setelahnya,” Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain”. Juga dari hadits Anas bin Malik, Abu Darda, Mu’adz bin Jabal dan An Nu’man bin Basyir sebagaimana yang dikatakan oleh ibnu Qayyim dalam miftah daarissa’adah 1/93.
[4] Ibnu Qayyim, miftah darissa’adah 1/94 tahqiq Sayid ‘Imran.
[5] Lihat Qowa’id attahdits karya Al Qasimi hal 48.
[6] Al Qasthalani, Irsyadussari muqodimah syarah shahih Bukhari 1/4. Syaikh Salim Al hilali dalam bukunya irsyadul fuhul hal 11-35 menyebutkan semua jalan-jalan hadits ini, dan berkesimpulan bahwa hadits ini hasan. Diantara ulama yang mengesahkannya adalah imam Ahmad bin Hanbal, Al Alai, ibnu Qayyim, ibnul Wazir Al Yamani, ibnul Mulaqqin, As Sakhowi, Shiddiq Hasan Khan dan lain-lain.
[7] An Nawawi, Tahdzib asma wallughat 1/17, lihat qowa’id attahdits hal 49.
[8] Al Qasimi, Qowa’id attahdits hal 49.
[9] Hal 8-9.
[10] Ibid.
[11] Qowa’id Attahdits hal 55-56.
[12] Siyar A’lam annubala 10/518.
[13] HR Ad Darimi 1/49 cet. Dar kutub ilmiyah.
[14] Al Aajurri, kitab Asy Syari’ah 1/179 no 104 tahqiq Ali bin Hamad Khosyaan.
[15] Bukhari no 4886, dan Muslim no 2125.
[16] Syaraf ashhabil hadits hal 7-8.
[17] HR Al Aajurri dalam Asy Syari’ah no 150.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

TOKO ONLINE

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Ahmad Khamdi Musthofa,ST -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -